Novel Bunga Rosania Indah Kisah Lembah Hijau

Novel Bunga Rosania Indah Kisah Lembah Hijau

Cerpen : Terpenjara Sandiwara
Penyadur : Bunga Rosania Indah
Trik : Batalyon Abstrak 2
Harga : Rp. 60.000,-
320 Halaman
Model : Lukman & Nike

 Dinar melempar kopernya diatas kasur, hawa amarah merasuki pikirannya.
Adnan sang junjungan nampak murka tapi dia nyaris sekuat tenaga menahan emosinya, “Kamu kepingin kemana Dinar?!” Teriaknya.
Dinar masih dengan gelap mata mengecualikan semua isi lemarinya dan menumpahkannya di koper besarnya.
“Aku sudah lalu tidak tahan lagi hidup bersamu, sira senggang! Aku seperti terpenjara disini. Tiap hari aku harus mengurus rumahmu dinasmu yang jelek ini, tiap musim aku harus menunduk pada gula-gula-cem-ceman atasanmu di tumpangan ini karena sira hanya bersusun rendah! Aku menyesal menikah denganmu!”
Dalaman Adnan sebagaimana terhunus belati mendengar tuturan istrinya seorang, tapi itu belum seberapa, sebelum Dinar menitahkan “Aku juga ingin semangat kaya, banyak uang, dihormati. Kalau saja dulu aku menolak lamaranmu dan memilih menyinambungkan kuliah karuan aku sudah makara wanita karir waktu ini! Tapi sayangnya aku bodoh mengidas menikah denganmu, aku saja bintang sartan ibu rumah tangga stereotip, ia tinggalkan aku dirumah bersama Aila, anakmu nan nakal itu, dan keponakan harammu itu!”
Adnan mencengkram lengan Dinar, “Jaga ucapanmu Dinar! Nanti anak-anak mendengar ucapanmu! Lagipula Aila itu kembali anakmu kan, apa dia mau lepas barang bawaan jawab, pergi berusul rumah ini dan menyingkir darah dagingmu koteng?”
Dinar melepas bernafsu cengkraman Adnan, “Biarkan saja! Aku sudah meluah tinggal dirumah ini, aku telah muak dengan anak-momongan itu!”
PLAK!
Tamparan Adnan berlarut-larut, Dinar semakin geram dan mempercepat tujuannya untuk menyingkir berasal flat. Adnan sebenarnya sungguh tak ingin menampar istrinya sahaja barangkali ini Dinar sungguh-sungguh keterlaluan.
**
Seorang wanita berumur 31 tahun dengan setelan jas abu-debu elegan dan surai yang tersanggul rapi nan maju duduk berpijak pada kedudukan hitam membelakangi kenap kantornya. Wanita itu menutup matanya nan capek, membendung tangis.
Tok. Tok. Tok.
Mata wanita itu menyibakkan, “Ya, masuk!”
Wanita berambut patah mayang berkacamata tebak lebar masuk dan duduk di depan meja kerja.
“Sira nggak segala apa-barang apa, Kinar?” Tanya peziarah itu.
Wanita berumur 31 tahun bernama Kinar itu memaksakan senyumnya, sira mengebur kursinya. “Tidak. Tidak barang apa-apa Yuke.”
Yuke mendekatkan kursinya pada meja kerja Kinar. “Aku sungguh enggak beranggapan Erni mengkhianitimu. Tega-teganya ia berbuat ini!”
Kinar terdiam, sira pun tak beranggapan, Erni asisten kepercayaannya mengkhianatinya, menusuknya dari belakang. Erni mencuri sketsa perencanaan tanah miliknya, risikonya perusahaan yang dirintis Kinar kalah tender.
“Bagaimana ini Kinar? Apakah kita akan bangkrut?” Soal Yuke, sahabat Kinar sejak memulai bisnis. Mereka berdua pemodal utama perusahaan Catur Elang Persada.
“Mungkin di kulak persil ini kita akan bangrut Yuke,” ujar Kinar datar. Ekspresi Yuke seketika bukan bersemangat. Kinar menangkapnya. “Tapi kamu tak usah kalut, aku masih punya bentuk cadangan.”
“Barang apa itu Kinar?” Yuke nampak tidak sabar, wajahnya menginjak bersemangat.
“Kita tak betul-betul bangkrut Ke, sebelum tender ini dimulai, aku telah mengalokasikan 43% modal kita pada sebuah hotel dan flat sakit. Aku sengaja tak memberitahumu agar ini tetap menjadi kunci. Sememangnya aku sudah berfirasat akan terjadi hal buruk sreg bisnis kita.”
“Benarkah?” Yuke berbinar, “Intuisi bisnismu memang tak diragukan, itulah kenapa sejak lewat aku cak acap mengikuti langkahmu.” Yuke mesem lebar.
“Tapi…”
“Tapi apa Kinar?”
“Aku merasa nyawaku terancam, beberapa tahun lalu ada nan menyelinap ke dalam rumahku tapi saat itu aku taajul bersembunyi.”
“Apa!! Kamu tahu barangkali itu?”
“Sayangnya tidak.”
“Apa mungkin Erni? Tapi apa motifnya mencelakaimu?”
“Yang menyelinap ke rumahku lilin lebah itu khalayak laki-suami tangga besar. Kurasa bukan Erni.”
“Bisa saja dia khalayak bayaran Erni.” Kalimat bontot Yuke menciptakan menjadikan hati Kinar berdebar.
“Ke, aku mohon kamu mengelola Hotel dan flat sakit itu. Buat sementara aku akan bersembunyi setakat keadaan lega hati.”
Dahi Yuke mengernyit, “Ia cak hendak bersembunyi dimana Kinar?”
Kinar sengap, ia menghirup nafas silam menghelanya lapangan, “Aku masih memikirkannya…”
**
3 hari kemudian…
“Suasana gobar mengerudungi kediaman pabrikan sukses Kinari Asmaranti, almarhumah ditemukan tewas dikamar hotel bersama seorang maskulin. Kematiannya diduga karena racun yang dibubuhkan pada minuman nan diantarkan oleh sendiri yang menyamar sebagai petugas hotel. Demikian laporan kami sampaikan. Saya Dea Amelia, Selamat malam.” Host sebuah stasiun TV lokal yang sedari burit bertengger didepan flat Kinar lain kepingin utang menyiarkan berita kematian Kinar.
Koteng wanita lanjut usia berusia sekeliling 55 musim keluar berpangkal sebuah mobil, ia mengenakan sudut hitam dan syal nan dikerudungkan dikepalanya.
Beberapa pewarta kelihatan tercantol dengan tamu nan cak bertengger kali ini. Mereka luang bahwa wanita tua itu adalah tante terbit Kinar, wanita yang sudah lalu dianggap ibu maka itu Kinar karena dialah yang membesarkan Kinar sedari kecil. Tahu-tahu para kuli tinta berbondong-bondong mengejar Riyanti, merek tante Kinar.
Sendiri wartawan tiba-berangkat nyeletuk, “Bu, apakah benar Ibu Kinari tewas dikamar hotel tanpa busana dengan seorang adam?”
Riyanti menoleh dengan kesal, “Pembebasan, lusa meski penasihat hukum saja yang menjelaskan!” Riyanti mengerapkan langkahnya dan segera masuk ke privat gerbang rumah Kinar. Beberapa pewarta nampak belum puas dengan berita yang mereka dapat.
**
Riyanti terpaku menatap batang kemenakan nan anda sayangi. Air netra lain nangkring bersirkulasi. Yuke mencoba menopang tubuh Riyanti, beliau terdiam di samping jenazah itu.
“Yuke, kenapa bisa serupa ini? Kali orang yang tega-teganya membunuh keponakanku?” Riyanti lunglai lemas bersandar pada Yuke.
“Tante. Tante.” Suara wanita berbunga balik pintu kamar.
Riyanti melongok, kamu sedikit ketakutan karena ia hafal betul itu suara Kinar.
Yuke mengganjur tangan Riyanti, “Jangan takut tante.” Riyanti mendongakkan kepalanya pada Yuke, dia adv minim yakin setelah menatap wajah Yuke yang sungguh-sungguh. Koteng wanita keluar dari sebuah ruangan. Mata Riyanti terbelalak, beliau hampir jatuh lalu membancang napas, “Kinar??!”
Wanita yang dipanggil Kinar itu tersenyum lakukan menenangkan hati Riyanti.
Riyanti seketika ki beralih plong jenazah yang tergolek n domestik kotak sirep itu, “Dahulu… Mungkin beliau?”
Kinar menjalari tantenya dan bersabda pelan, “Itu Radinar tante. Ya, aku rasa itu Dinar tali pusar kembarku, tante.” Riyanti terkejut, lebih terkejut mulai sejak saat ia mengetahui Kinar masih spirit. “Tante, bantu rahasiakan situasi ini. Aku yakin pembunuhan yang terjadi lega Dinar adalah keseleo sasaran. Sebenarnya pembunuh itu kepingin mengincar nyawaku.”
Wanita perdua baya itu somplak kaget, “Benarkah?! Barang apa alasan seseorang akan membunuhmu, Kinar?”
Kinar menyentak berasimilasi lalu menghembuskannya perlahan, “Aku masih menyeledikinya, tante,” ucap Kinar sekali lalu mengangkat bahu.
Yuke berpikir dalam-dalam sambil mondar-mandir lalu menghentikan langkahnya. “Kinar, hmm, takdirnya begini, hmm, sebaiknya biarkan saja publik menduga kamu telah mati, agar para pembunuh itu bukan mencarimu lagi. Setidaknya untuk sementara masa engkau dapat selamat dan diam-diam kita mencari tahu segala yang tersembunyi dibalik peristiwa ini.”
“Betul itu nak, tante pikir ini amung kaidah agar engkau bisa aman lakukan tentatif waktu,” timpal Riyanti.
Hening sesaat, Kinar mengekspos invalid pintu ruangan lakukan memandang mayat Dinar diruang sebelah. “Terlampau bagaimana dengan Dinar tante? Engkau juga punya kehidupan sendiri lain? Barang apa kita tidak mengabari keluarganya kalau Dinar telah tiada?”
Riyanti menatap kerumahtanggaan pada Kinar, “Jangan! Rencana kita untuk menyelamatkanmu bisa gagal jika sampai ada yang adv pernah tentang kebenarannya. Hingga semua kesatuan hati, sira harus mewakili posisi Dinar. Tempat teraman saat ini yakni kamu tinggal di rumah Dinar.”
Kinar membantut napas, termenung, ‘Bagaimana ini? Aku tidak mengenal bagaimana Dinar dan kehidupannya… Meski kami ari-ari kembar tapi kami sudah dipisahkan sejak bayi,’ ucap Kinar dalam hati.
Riyanti sampai ke bahu Kinar, “Kamu tak usah hilang akal, Nak. Tante nan akan menata.”
“Tapi tante…”
**
Kinar berdiri cukup lama di depan pintu sebuah kondominium maktab yang cukup tertinggal.
Rumah kantor Serka Adnan Ibrahim. Sewu keberanian telah kamu kumpulkan untuk memfokus rumah itu saja sejuta keraguan dan kengerian kembali bersamanya. “Bagaimana ini Ya Halikuljabbar…” Kinar menutup ain, “Dinar, maafkan aku… aku terdesak memakai identitasmu… “
Kinar mengangkat tangannya hendak mengetuk pintu, namun ia urungkan lagi, “Bagaimana ini, Ya Tuhan…”
Kinar menyelimuti matanya, ia meniru-kaca mengenang kematian Dinar nan tragis risikonya.
“Bunda… ” Seorang bocah perempuan mendatanginya bermula jihat belakang. “Bunda datang sekali lagi ke rumah ini?” Prolog bocah gadis itu riang. Kinar dapat merasakan kerinduan yang besar dimata perempuan itu. Kinar bertanya-soal dalam lever, ‘Apakah ini Aila, anak Dinar saudaraku. Lewat kenapa kamu mengatakan seperti itu… Datang lagi ke rumah ini??? Apa maksudnya? Apakah memang sebelumnya Dinar memencilkan dari rumah?’ Banyak sekali pertanyaan yang muncul dikepala Kinar. Ia bintang sartan teringat ketika ditemukannya jenazah Dinar dikamar hotel itu, ia sedang bersama seorang pria, dan tanpa baju…
Kinar membungkukkan badannya, “Aila, sini sayang… Bunda rindu sama Aila makanya bunda pulang.” Kinar start memainkan sandirawanya meski sejujurnya hatinya benar-bermartabat tersentuh oleh pertemuannya dengan Aila. Kinar memeluk Aila, anda menitikan air netra, ‘Ya Tuhan, apakah aku harus memainkan peran ini. Seandainya aku jujur… Bagaimana manah Aila jika memafhumi ibunya sudah tiada, kenapa aku jadi bukan tega, apalagi Dinar meninggal internal keadaan sebagaimana itu… Tentu akan mewujudkan keluarganya kecut hati dan terluka,’ gumam lirih Kinar internal gejolak batinnya.
“Bunda kangen sama Aila?” Aila menatap wajah Kinar yang disangka ibunya, “Galibnya bunda selalu memarahi Aila,” celoteh Aila pun, bocah amoi berumur panca tahun itu.
Kinar terkelu beberapa detik lalu senyum mengembang di wajahnya, “Maafkan bunda ya sayang…”
Aila merasa senang saat Kinar lamar maaf padanya.
Kinar berganti pada seorang bocah maskulin yang bersembunyi dibalik gerbang. Anda mengira-ngira bahwa bocah adam itu kemungkinan adalah Evan, anak adik Adnan. Sebelumnya Kinar sudah diberitahu makanya Riyanti, tantenya, bahwa di flat Dinar juga ada seorang anak sekali lagi selain Aila, kamu bernama Evan, anak dari adik Adnan. Adik Adnan meninggal setelah berputra Evan, padahal ayahnya tak tahu siapa, karena adik Adnan tak pergaulan membincangkan siapa ayah kandung Evan.
Evan tertentang bersembunyi melihat kedatangan Kinar, ia ketakutan, Kinar menyadarinya. Kinar mesem dan mengulurkan tangannya, “Evan, sini sayang…”
Bocah lelaki berusia empat hari itu tidak termenung, ia masih seram dengan kedatangan Kinar.
“Suka-suka apa Evan? Sini…” Panggil Kinar kecil-kecil.
“Evan takut setinggi bunda, karena bunda selalu memukulinya,” celoteh Aila.
‘Astaga, apakah Dinar melakukan seperti apa yang dikatakan Aila, ya ampun… Sebagaimana apa sebenarnya Dinar?’ kemam Kinar.
“Tidak, bunda ikrar mulai musim ini akan makin baik, dan pelalah sama Aila dan Evan.” Kinar tersenyum hangat, “Oh, ya, bunda ada pemberian buat Aila dan Evan,” pembukaan Kinar sekali lalu membebaskan kotak musik berlukis princess kerjakan Aila dan Manusia mesin-robotan bikin Evan. Evan lama kelamaan mulai mendekat pada Kinar meski masih takut-takut. Kinar memperhatikan Evan, memperhatikan prinsip bepergian Evan yang tak sempurna, ‘Astaga anak asuh ini cacat kakinya,’ ucap Kinar dalam suara hatinya, matanya mulai berkaca-kaca, ‘Ya Halikuljabbar momongan sekecil ini…’
SELENGKAPNYA DI BUKU BATALYON ABSTRAK 2
pemesanan langsung ke :
Penerbit Harfeey Yogyakarta
ketik : judul buku_nama&alamat ideal
sms ke : 081904162092

Baca :   Penataan Tanaman Dalam Ruangan

Novel Bunga Rosania Indah Kisah Lembah Hijau

Source: http://bungarosaniaindah.blogspot.com/

Check Also

Penyakit Mata Anak Kucing

Penyakit Mata Anak Kucing Waspadai penyakit kucing mematikan inI! Meong merupakan keberagaman sato yang menggondokkan …